PENGHANTAR ILMU HUKUM | MASYARAKAT DAN HUKUM


A. Manusia dan Masyarakat

Sudah menjadi kodrat bagi setiap manusia untuk hidup sebagai makhluk sosial, hidup di antara manusia lain dalam suatu pergaulan masyarakat. Hal ini disebabkan manusia itu cenderung mempunyai keinginan untuk selalu hidup bersama (appetitus societatis). Hal inilah yang oleh Aristoteles disebut sebagai zoon politicon yang berarti manusia itu adalah makhluk sosial dan politik (man is a social and politic being). PJ Bouman mengatakan “de mens wordt eerst mens door samenleving met anderen yang artinya “manusia itu baru menjadi manusia karena ia hidup bersama dengan manusia lainnya”.1

Sistem dan siklus kehidupan bersama antara satu manusia dengan manusia yang lain itulah yang dinamakan sebagai masyarakat. Masyarakat merupakan kehidupan bersama yang anggota-angotanya mengadakan pola tingkah laku yang maknanya dimengerti oleh sesama anggota. Masyarakat merupakan suatu kehidupan bersama yang terorganisir untuk mencapai dan merealisir tujuan bersama. Masyarakat merupakan kelompok atau kumpulan manusia, tidak penting berapa jumlahnya, yang penting lebih dari satu manusia. Kehidupan bersama dalam masyarakat tidak didasarkan pada adanya beberapa manusia secara kebetulan bersama, tetapi didasarkan pada adanya kebersamaan tujuan.2
                                                                                                                  
Masyarakat itu merupakan tatanan sosial psikologis. Psyche manusia individual sadar akan adanya sesama manusia. Dapat dikatakan bahwa tidak ada seorang manusia yang hidup seorang diri terpencil jauh dan lepas dari kehidupan bersama. Manusia tidak mungkin berdiri di luar atau tanpa masyarakat. Sebaliknya masyarakat tidak mungkin ada tanpa manusia.3

Bersama dalam sebuah masyarakat manusia dapat memenuhi panggilan hidupnya, memenuhi kebutuhan dasar atau kepentingannya. Menurut Maslow, kebutuhan dasar tersebut mencakup:4

a.       food, shelter, and clothing;
b.      Safety of self and property;
c.       Self-esteem;
d.      Self-actualization;
e.      Love

Hanya dengan hidup bersama dan berinteraksi satu sama lainnya dalam masyarakat itulah manusia dapat memenuhi kebutuhan dasarnya.



B. Norma Dalam Masyarakat 

Manusia dilahirkan lengkap dengan karakter dan kepribadian masing-masing yang mungkin saja berbeda antara satu dengan lainnya. Ketika manusia tersebut hidup bersama dalam sebuah masyarakat, tentu saja dia tidak bisa memaksakan karakternya yang paling benar. Selain itu, walaupun secara teorinya memiliki kebutuhan dasar yang sama, tidak serta merta kebutuhan dan kepentingan mereka selalu sama di saat yang sama, kadang kala bisa sama tetapi kadang kala bisa berbeda. Perbedaan kebutuhan dan kepentingan tersebut apabila dibiarkan lama kelamaan akan berubah menjadi pertentangan atau konflik. Pertentangan atau konflik ini selanjutnya dapat menimbulkan kekacauan dalam masyarakat apabila tidak ada aturan yang dapat menyeimbangkannya. Aturan itu pada mulanya disebut Kaida (Arab), norma (Latin), norma (Prancis), norm (Inggris), dan dalam Bahasa Indonesia baku disebut kaidah. Jadi dapat dikatakan bahwa apa yang disebut kaidah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berperikelakukan atau bersikap tindak dalam hidup.5

Dalam literatur lain disebutkan bahwa manusia di dalam masyarakat memerlukan perlindungan kepentingan. Perlindungan kepentingan itu dapat tercapai dengan terciptanya pedoman atau peraturan hidup yang menentukan bagaimana manusia harus bertingkah laku dalam masyarakat agar tidak merugikan orang lain dan dirinya sendiri. Pedoman inilah yang disebut norma atau kaidah sosial, yang pada hakekatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan atau seyogyanya tidak dilakukan, yang dilarang dijalankan atau atau yang dianjurkan untuk dijalankan.6

Apapun definisinya, dapat dipahami bahwa norma atau kaidah diperlukan keberadaannya dalam masyarakat untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan dalam masyarakat tersebut, dengan demikian manusia secara individu dan masyarakat secara kolektif dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Secara universal, kaidah atau norma yang terdapat dalam masyarakat adalah 1) kaidah/norma agama; 2) kaidah/norma kesusilaan; 3) kaidah/norma kesopanan; dan 4) kaidah/norma hukum.

1. Kaidah/Norma Agama 

Berdasarkan teorinya, kaidah agama terbagi dua, yaitu agama wahyu (samawi, sama’i, langit) dan agama budaya. Agama wahyu adalah suatu ajaran Allah yang berisi perintah, larangan, dan kebolehan yang disampaikan kepada umat manusia berupa wahyu melalui Malaikat dan Rasul-Nya. Sedangkan agama budaya adalah ajaran yang dihasilkan oleh pikiran dan perasaan manusia secara kumulatif.7

 Kaidah agama merupakan tuntunan hidup manusia untuk menuju ke arah yang lebih baik dan benar. Kaidah agama mengatur tentang kewajiban manusia terhadap Tuhannya. Sanksi terhadap pelanggaran kaidah agama berasal dari Tuhan, baik sanksi yang diterima langsung di dunia maupun di akhirat nanti.

Contoh kaidah agama: janganlah kamu mendekati zina, janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allha untuk membunuhnya, hormatilah kedua orang tuamu, janganlah menyembah selain kepada Tuhan YME, dan lain-lain.


2. Kaidah/Norma Kesusilaan

Kaidah kesusilaan adalah aturan hidup yang berasal dari suara hati manusia yang menentukan mana perbuatan baik dan mana perbuatan tidak baik. Asal kaidah kesusilaan berasal dari dari manusia itu sendiri. Kaidah kesusilaan mendorong manusia untuk berbuat kebaikan, ia berbuat baik atau buruk karena bisikan hati nuraninya (geweten). Kaidah kesusilaan ditujukan kepada sikap batin manusia. Sanksi akibat pelanggaran terhadap kaidah kesusilaan juga berasal dari dalam batin manusia itu sendiri, seperti rasa penyesalan, rasa malu, rasa takut, perasaan bersalah, dan lain sebagainya. Contoh kaidah kesusilaan: perbuatan jujur, menghormati sesama, membantu sesama manusia, dan lain-lain.8


3. Kaidah/Norma Kesopanan

Kaidah kesopanan adalah aturan hidup yang timbul dari pergaulan hidup masyarakat tertentu. Landasan kaidah kesopanan adalah kepatutan, kepantasan, dan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan. Kaidah kesopanan ditujukan kepada sikap lahir setiap pelakunya demi ketertiban masyarakat dan untuk mencapai suasana keakraban dalam pergaulan. Sanksi yang didapatkan apabila berlaku tidak sopan biasanya berupa teguran atau celaan atau hinaan atau pengucilan dari masyarakat dimana dia berada.9 
Peribahasa “dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung” sangat tepat untuk menggambarkan kaidah/norma kesopanan ini. Contoh kaidah kesopanan: berpakaian rapi ketika mengahdiri sebuah acara formal, berbicara secara sopan kepada orang yang lebih tua, dan lain-lain.

4. Kaidah/Norma Hukum

Kaidah hukum adalah aturan yang dibuat secara resmi oleh penguasa negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat negara yang berwenang, sehingga berlakunya dapat dipertahankan.10

Kaidah hukum berasal dari luar diri manusia. Kaidah hukum ditujukan terutama kepada pelakunya yang konkrit, yaitu di pelaku pelanggaran yang nyata-nyata berbuat, bukan untuk penyempurnaan manusia, melainkan untuk ketertiban masyarakat agar masyarakat tertib, agar jangan sampai jatuh korban kejahatan, agar tidak terjadi kejahatan. Isi kaedah hukum itu ditujukan kepada sikap lahir manusia. Kaidah hukum tidak hanya membebani seseorang dengan kewajiban semata, melainkan juga memberikan hak kepada seseorang. Kaedah hukum berasal dari kekuasaan luar diri manusia yang memaksakan kepada kita (heteronom). Masyarakatlah secara resmi diberi kuasa untuk memberi sanksi atau menjatuhkan hukuman. Pengadilan adalah lembaga yang mewakili masyarakat untuk menjatuhkan hukuman.11

Berikut sebuah tabel yang akan mempermudah pemahaman terhadap ke-empat kaidah/norma di atas.

Tabel 1. Persamaan dan Perbedaan Kaidah-kaidah12

SEGI
AGAMA

KESUSILAAN
KESOPANAN
HUKUM






TUJUAN
Umat manusia;
Pribadi yang konkrit;

Manusia sempurna
Tertib masyarakat;

Mencegah manusia menjadi jahat.
Kesedapan bersama;




Menghindari jatuhnya korban.




SASARAN
Aturan yang ditujukan kepada sikap
Aturan yang ditujukan kepada


Batin
perbuatan lahiriah (konkrit)






ASAL-USUL
Tuhan

Diri Sendiri
Kekuasaan luar yang memaksa




(heteronom)







SANKSI
Tuhan

Diri Sendiri
Kekuasaan luar

Resmi




yang memaksa









ISI

Memberi Kewajiban


Memberi hak dan






kewajiban











Untuk memudahkan memahami “hubungan segitiga” antara manusia, masyarakat, dan kaidah/norma, dapat dilihat pada bagan berikut ini:







Daftar Pustaka

1.       Lihat Dudu Duswara Machmudin, 2010, Pengantar Ilmu Hukum Sebuah Sketsa, Refika Aditama, Bandung, hlm. 9.
2.       Lihat Sudikno Mertokusumo, 2005, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hlm.1-2.
3.       Ibid., hlm.2.
4.       Lihat Dudu Duswara Machmudin, op.cit., hlm. 10.
5.       Ibid.
6.       Lihat Sudikno Mertokusumo, op.cit., hlm.4.
7.       Dudu Duswara Machmudin, op.cit., hlm. 15.
8.       Baca Dudu Duswara Machmudin, op.cit., hlm.15. dan Sudikno Mertokusumo, op.cit., hlm.7.
9.       Baca Dudu Duswara Machmudin, op.cit., hlm.16. dan Sudikno Mertokusumo, op.cit., hlm.8-9.
10.   Dudu Duswara Machmudin, op.cit., hlm. 16.
11.   Baca Dudu Duswara Machmudin, op.cit., hlm.16. dan Sudikno Mertokusumo, op.cit., hlm.12-13.
12.   Dudu Duswara Machmudin, op.cit., hlm. 19. Lihat juga Sudikno Mertokusumo, op.cit., hlm.13.

PENGHANTAR ILMU HUKUM | MASYARAKAT DAN HUKUM PENGHANTAR ILMU HUKUM | MASYARAKAT DAN HUKUM Reviewed by Zainul Faozi on April 14, 2018 Rating: 5

No comments

Post AD

home ads