ELEMEN-ELEMEN DASAR MENGAJAR
A. Unsur-unsur Belajar
Unsur-unsur dinamis dalam
belajar adalah unsur-unsur yang dapat berubah dalam proses belajar. Perubahan
unsur-unsur tersebut dapat berupa: dan tidak ada menjadi ada atau sebaliknya,
dari lemah menjadi kuat dan sebaliknya, dari sedikit menjadi banyak dan sebaliknya.
Unsur-unsur dinamis tersebut meliputi: motivasi, bahan belajar, alat bantu
belajar, suasana belajar dan kondisi subjek pembelajar. Berikut ini akan
dijelaskan tentang :
Motivasi dan Upaya Memotivasi
Siswa Untuk Belajar
Motivasi berasal dari kata
Inggris motivation yang berarti dorongan, pengalasan dan motivasi. Dalam
kegiatan belajar mengajar, dikenal adanya motivasi belajar, yaitu motivasi yang
diterapkan dalam kegiatan belajar. Motivasi belajar adalah keseluruhan daya
penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar mengajar.
kelangsungan belajar itu demi mencapai suatu tujuan.
Motivasi belajar memegang
peranan penting dalam memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar
sehingga yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak untuk
melaksanakan kegiatan belajar. Siswa yang mempunyai motivasi tinggi sangat
sedikit yang tertinggal belajarnya dan sangat sedikit pula kesalahan dalam
belajarnya.
Secara garis besar motivasi
dapat dibedakan menjadi dua ialah intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi
intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam tanpa ada rangsangan dari
luar, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar.
Ada beberapa ciri siswa yang
mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Ini dapat dikenali melalui proses
belajar mengajar di kelas, sebagaimana dikemukakan Brown (1981) sebagai
berikut: menarik kepada guru, artinya tidak membenci atau bersikap acuh tak
acuh, tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan. mempunyai antusias yang
tinggi seta mengendalikan perhatiannya terutama kepada guru, ingin selalu
bergabung dalam kelompok kelas, ingin identitas dirinya diakui oleh orang lain,
tindakan, kebiasaan, dan moraInya selalu dalanu kontrol diri, selalu mengingat
pelajaran dan mempelajarinya kembali, dan selalu terkontrol oleh lingkungannya.
Beberapa upaya yang dapat
ditempuh untuk memotivasi siswa agar belajar ialah :
a) Kenalkan siswa pada
kemampuan yang ada pada dirinya sendiri.
b) Bantulah siswa untuk
merumuskan tujuan belajarnya.
c) Tunjukkan kegiatan-kegiatan
atau aktivitas-aktivitas yang dapat mengarahkan bagi pencapaian tujuan belajar.
d) Kenalkanlah siswa dengan
hal-hal yang baru. Sebab hal-hal baru ini dapat “menghidupkan kembali” hasrat
ingin tahu siswa.
e) Buatlah variasi-variasi
dalam kegiatan belajar mengajar, supaya siswa tidak bosan.
f) Adakan evaluasi terhadap
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa.
g) Berikan umpan balik terhadap
tugas-tugas yang diberikan dan evaluasi yang telah dilakukan.
2. Bahan belajar dan upaya
penyediaannya
Bahan belajar sangat penting
bagi siswa yang melakukan aktivitas belajar. Tanpa ada yang dipelajari,
kemungkinan siswa bisa belajar dengan baik. Oleh karena itu, supaya siswa dapat
belajar dengan baik, maka bahan belajaar ini harus tersedia.
Yang dimaksud bahan belajar
adalah sesuatu yang harus dipelajari oleh pembelajar dalam melaksanakan
aktivitas belajarnya. Bahan ini, bisa berasal dari guru, bisa berasal dari
buku-buku teks, paper, makalah, artikel, disamping dapat berasal dari lapangan
objek tertentu.
Penyediaan bahan belajar ini
sangat bergantung kepada tujuan belajar, karakteristik siswa, siasat belajar
yang harus ditempuh oleh siswa dan faktor ketersediaaan tidaknya bahan belajar.
Jika tujuan belajar yang ingin ditempuh diaksentuasikan pada penguasaan
pengetahuan, mungkin bahan belajarnya akan lain dengan tujuan belajar yang
diaksentuasikan pada penguasaan konsep-konsep, maka pertyediaan bahan
belajarnya lain sekali dengan tujuan belajar yang dimaksudkan untuk memperoleh
pengalaman langsung.
B. Prinsip Umum Belajar
Prinsip belajar adalah
konsep-konsep yang harus diterapkan didalam proses belajar mengajar. Seorang
guru akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik apabila ia dapat menerapkan
cara mengajar yang sesuai dengan prinsip-prinsip orang belajar.
Belajar seperti halnya
perkembangan berlangsung seumur hidup, dimulai sejak ayunan (buaian) sampai
dengan menjelang lahat (meninggal). Apa yang dipelajari dan bagaimana cara
belajarnya pada setiap fase perkembangan berbeda-beda. Bayak teori yang
membahas masalah belajar. Tiap teori bertolak dari asumsi atau anggapan dasar
tertentu tentang belajar. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila kita
temukan konsep atau pandangan serta praktek yang berbeda dari belajar. Meskipun
demikian ada beberapa pandangan umum yang sama atau relatif sama diantara konsep-konsep
tersebut. Beberapa kesamaan ini dipandang sebagai prinsip belajar.
Beberapa prinsip umum belajar:
1. Belajar merupakan bagian
dari perkembangan.
2. Belajar langsung seumur
hidup.
3. Keberhasilan belajar
dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan, faktor lingkungan, kematangan serta
usaha dari individu sendiri.
4. Belajar mencakup semua aspek
kehidupan.
5. Kegiatan belajar belngsung
pada setiap tempat dan waktu.
6. Belajar berlangsung dengan
guru ataupun tanpa guru.
7. Belajar yang berencana atau
yang disengaja menuntut motivasi yang tinggi.
8. Perbuatan belajar bevariasi
dari yang paling sederhana sampai dengan yang kompleks.
9. Dalam belajar dapat terjadi
hambatan-hambatan.
10. Untuk kegiatan belajar
tertentu diperlukan adanya bantuan atau bimbingan dari orang lain.
C. Tipe-Tipe Belajar
Dalam praktik pengajaran,
penggunaan suatu dasar teori untuk segala situasi merupakan tindakan kurang
bijaksana. Tidak ada suatu teori belajarpun cocok untuk segala situasi. Karena
masing-masing mempunyai landasan yang berbeda dan cocok untuk situasi tertentu.
Robert M. Gagne (1970), merioba melihat berbagai teori belajar dalam satu
kebulatan yang saling melengkapi dan tidak bertentangan. Menurut Gagne belajar
mempunyai delapan tipe. Kedelapan tipe itu bertingkat, ada hierarki dalam
masing-masing tipe. Setiap tipe belajar merupakan prasyarat bagi tipe belajar
di atasnya.
Tipe belajar dikemukakan oleh
Gagne pada hakikatnya merupakan prinsip umum baik dalam belajar maupun
mengajar. Artinya, dalam mengajar atau membimbing siswa belajar pun terdapat
tingkatan sebagaimana tingkatan belajar di atas. Kedelapan tipe itu adalah
sebagai berikut:
1. Belajar isyarat (signal
learning)
Belajar isyarat mirip dengan
conditioned respons atau respons bersyarat. Seperti menutup mulut dengan
telunjuk, isyarat untuk datang mendekat, menutup mulut dengan telunjuk dan
lambaian tangan adalah isyarat, sedangkan diam dan datang adalah respon.
2. Belajar stimulus-respons
(stimulus respons learning)
Berbeda dengan belajar isyarat,
respons bersifat umum, kabur, dan emosional. Tipe belajar smerespons bersifat
spesifik.
3. Belajar rangkaian (chaining)
Rangkaian atau rantai dalam
chaining adalah semacam rangkaian antaraS-R yang bersifat segera. Hal ini
terjadi dalam rangkaian motorik; seperti gerakan dalam mengikat sepatu,
makan-minum-merokok; atau gerakan verbal seperti selamat-tinggal, bapak-ibu.
4. Asosiasi verbal (verbal
association)
Tipe belajar ini adalah mampu
mengaitkan suatu yang bersifat verbarisme kepada sesuatu yang sudah
dimilikinya.
5. Belajar diskriminasi
(discrimination learning)
Tipe belajar ini adalah
pembedaan terhadap berbagai rangkaian seperti rnembedakan berbagai bentuk
wajah, hewan, tumbuhan, dan lain-lain.
6. Belajar konsep (concept
leurning)
Konsep merupakan simbol
berpikir. Hal ini diperoleh dari hasil memuat tafsiran terhadap fakta atau
realita, dan hubunganantaraberbagai fakta. Suatu konsep dapat diklasifikasi
berdasarkan ciri tertentu. Misalnya konsep tentang manusia, konsep burung,
konsep ikan, dan lain-lain. Kemampuan seseorang dapat membentuk konsep apabila
orang tersebut dapat melakukan diskriminasi.
7. Belajar aturan (rule
learning)
Tipe belajar aturan adalah
lebih meningkat dari tipe belajar konsep. Dalam belajar aturan, seseorang
dipandang telah memiliki berbagai konsep yang dapat digunakan untuk mengemukakan
berbagai formula hukum, atau dalil.
8. Belajar pemecahan masalah
(problem solving)
Tipe belajar yang terakhir
adalah memecahkan masalah. Tipe belajar ini dapat dilakukan oleh seseorang
apabila dalam dirinya sudah mampu mengaplikasikan berbagai aturan yang relevan
dengan masalah yang dihadapinya. Dalam memecahkan masalah diperlukan waktu yang
cukup, bahkan ada yang memakan waktu terlalu lama. Juga seringkali harus
melalui berbagai langkah. Seperti mengenal tiap unsur dalam masalah itu. Dalam
segala langkah diperlukan pemikiran sehingga dalam memecahkan masalah akan
diperoleh hasil yang optimal.
D. Tahap-Tahap Belajar
Pembelajaran yang optimal
terjadi dalam sekuen yang terprediksi. Secara garis besar, sekuen terdiri atas
lima tahap. Pertama tahap pra-pemaparan atau persiapan yang meberi kerangka
bagi otak untuk mengoneksikan pengalaman baru, Kedua adalah tahap akuisisi.
Tahap ini dapat dicapai baik melalui sarana langsung seperti dengan penyediaan
lembar informasi atau atau sarana tidak langsung seperti dengan menempatkan
visual-visual yang terkait. Kedua pendekatan ini dapat berjalan, dan saling
melengkapi. Tahap ketiga yakni elaborasi, mengeksplorasi interkoneksi dari
topic-topik dan mendorong terjadinya pemahaman lebih dalam. Tahap keempat
adalah formasi memori, pembelajaran yang merekatkan supaya apa yang telah
dipelajari dapat recall pada kesempatan lain. Yang terakhir adalah tahap
integrasi fungsional, mengingatkan kita untuk menggunakan pembelajaran baru
tersebut supaya ia semakin diperkuat dan diperluas.
Membagi tiga tahapan dalam
belajar motorik:
1. Tahap kognitif
a. Pada tahap iniisyarat
dipahami dan diformulasikan dlm rencana yg berupa konsep-konsep verbal untuk
dilakukan tahap berikutnya
b. Dituntut kecakapan persepsi
untuk memformulasikan stimulus-stimulus yang diterima menjadi respon-respon
yang akan dilakukan
c. Siswa mulai berpikir dan
merencanakan tentang gerakan yg dipelajari (motor plan)
d. Pada tahap ini terjadi
banyak kesalahan, dan peran intelektual penting untuk membentuk motor plan yang
benar
2. Tahap asosiatif
a. Pada tahap ini mengutamakan
latihan
b. Latihan untuk perbaikan
gerakan sesuai dengan ketentuan
c. Latihan berulang-ulang untuk
memperkuat stimulus dan respons
d. Pada tahap ini sudah mulai
mampu melakukan gerakan dan menyesuaikan diri dengan gerak yang dilakukan
e. Gerakan yang dilakukan sudah
mulai konsisten tetapi masih belum otomatis
3. Tahap otomatisasi
a. Pada tahap ini gerakan yang
dilakukan tidak lagi memerlukan konsesntrasi penuh, gerakan yang dilakukan
hampir tidak terpengaruh oleh kegiatan lain yang simultan
b. Gerakan dilakukan secara
otomatis
c. Untuk mencapai ini dilakukan
latihan secara terus menerus dalam waktu yang lama.
E. Modalitas Belajar atau
Gaya Belajar
Salah satu hal yang sering
dilupakan oleh para guru adalah bahwa setiap anak dengan latar belakang berbeda
mempunyai keunikan tersendiri dalam belajar. Mereka mempunyai cara
masing-masing dalam memperoleh dan mengolah informasi. Gaya inilah yang disebut
dengan gaya belajar (learning style).
Modalitas belajar adalah cara
kita menyerap informasi melalui indera yang kita miliki. Masing-masing orang
mempunyai kecenderungan berbeda-beda dalam menyerap informasi. Terdapat tiga
modalitas belajar ini, yaitu apa yang sering disingkat dengan VAK: Visual,
Auditory, Kinestethic.
1. VISUAL (Visual Learners)
Gaya Belajar Visual (Visual
Learners) menitikberatkan pada ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti
konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar mereka paham. Gaya belajar
seperti ini mengandalkan penglihatan atau melihat dulu buktinya untuk kemudian
bisa mempercayainya.
Ada beberapa karakteristik yang
khas bagai orang-orang yang menyukai gaya belajar visual ini. Pertama adalah
kebutuhan melihat sesuatu (informasi atau pelajaran) secara visual untuk
mengetahuinya atau memahaminya, kedua memiliki kepekaan yang kuat terhadap
warna, ketiga memiliki pemahaman yang cukup terhadap masalah artistic, keempat
memiliki kesulitan dalam berdialog secara langsung, kelima terlalu reaktif
terhadap suara, keenam sulit mengikuti anjuran secara lisan, ketujuh seringkali
salah menginterpretasikan kata atau ucapan.
Ciri-ciri gaya belajar visual
ini yaitu :
a) Cenderung melihat sikap,
gerakan, dan bibir guru yang sedang mengajar
b) Bukan pendengar yang baik saat
berkomunikasi
c) Saat mendapat petunjuk untuk
melakukan sesuatu, biasanya akan melihat teman-teman lainnya baru kemudian dia
sendiri yang bertindak
d) Tak suka bicara didepan
kelompok dan tak suka pula mendengarkan orang lain. Terlihat pasif dalam kegiatan
diskusi.
e) Kurang mampu mengingat
informasi yang diberikan secara lisan
f) Lebih suka peragaan daripada
penjelasan lisan
g) Dapat duduk tenang ditengah
situasi yang rebut dan ramai tanpa terganggu
2. AUDITORI ( Auditory Learners
)
Gaya belajar Auditori (Auditory
Learners) mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya.
Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran
sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, kita harus
mendengar, baru kemudian kita bisa mengingat dan memahami informasi itu.
Karakter pertama orang yang memiliki gaya belajar ini adalah semua informasi
hanya bisa diserap melalui pendengaran, kedua memiliki kesulitan untuk menyerap
informasi dalam bentuk tulisan secara langsung, ketiga memiliki kesulitan
menulis ataupun membaca.
Ciri-ciri gaya belajar Auditori
yaitu :
a) Mampu mengingat dengan baik
penjelasan guru di depan kelas, atau materi yang didiskusikan dalam
kelompok/kelas
b) Pendengar ulung: anak mudah
menguasai materi iklan,lagu di televisi dan radio
c) Cenderung banyak omong
d) Tak suka membaca dan umumnya
memang bukan pembaca yang baik karena kurang dapat mengingat dengan baik apa
yang baru saja dibacanya
e) Kurang cakap dalm
mengerjakan tugas mengarang atau menulis
f) Senang berdiskusi dan
berkomunikasi dengan orang lain
g) Kurang tertarik
memperhatikan hal-hal baru dilingkungan sekitarnya, seperti hadirnya anak baru,
adanya papan pengumuman di pojok kelas, dll
3. KINESTETIK (Kinesthetic
Learners)
Gaya belajar Kinestetik
(Kinesthetic Learners) mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh
sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. Tentu
saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini yang tak semua orang
bisa melakukannya. Karakter pertama adalah menempatkan tangan sebagai alat
penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya. Hanya dengan memegangnya
saja, seseorang yang memiliki gaya ini bisa menyerap informasi tanpa harus
membaca penjelasannya.
Ciri-ciri gaya belajar
Kinestetik yaitu :
a) Menyentuh segala sesuatu
yang dijumapinya, termasuk saat belajar
b) Sulit berdiam diri atau
duduk manis, selalu ingin bergerak
c) Mengerjakan segala sesuatu
yang memungkinkan tangannya aktif. Contoh: saat guru menerangkan pelajaran, dia
mendengarkan sambil tangannya asyik menggambar
d) Suka menggunakan objek nyata
sebagai alat bantu belajar
e) Sulit menguasai hal-hal
abstrak seperti peta, symbol dan lambing
f) Menyukai praktek atau
percobaan
g) Menyukai permainan dan
aktivitas fisik
F. Ranah Belajar
Ranah berkaitan dengan sikap
dan nilai. Belajar adalah proses aktif dalam diri seseorang untuk mengubah
perilakunya. Aspek perilaku yang akan diubah mencakup 3 ranah yaitu
(1) ranah kognisi (cognitive
domains),
(2) ranah sikap (affective
domains), dan
(3) ranah tindakan atau
keterampilan (psychomotoric domains).
1. Ranah kognisi mencakup unsur
fakta, pemahaman, dan aplikasi.
a) Tingkat fakta adalah suatu
konsep tunggal dan menggunakan kata kerja seperti mendefinisikan,
mengidentifikasi, dan menyebutkan.
b) Tingkat pemahaman
menempatkan dua konsep atau lebih. Kata kerja tipikal yang termasuk disini
adalah menggambarkan, membandingkan dan mengkontraskan.
c) Tingkat aplikasi menempatkan
dua konsep atau lebih secara bersama untuk membentuk sesuatu yang baru. Kata
kerja tipikal yang digunakan pada tingkat ini adalah menjelaskan,
mengaplikasikan, dan menganalisis.
2. Ranah afeksi didasarkan pada
aspek perilaku dan dapat dilabelkan sebagai “keyakinan atau kepercayaan”. Tiga
tingkat dari ranah afeksi adalah kesadaran , pembedaan dan integrasi .
a) Kata kerja untuk ranah
afeksi biasanya terbatas pada kata-kata seperti menampilkan, menunjukkan, dan
menerima yang berlaku untuk semua tingkatan.
b) Tingkat kesadaran dan
pembedaan adalah level kognisi.
c) Integrasi adalah perilaku
dan mensyaratkan pelajar untuk mampu mengevaluasi dan mensintesis atas suatu
masalah.
Konten dalam ranah afeksi akan
selalu melibatkan diskusi. Penilaian dalam dua level pertama adalah kognisi,
sedangkan level ketiga memerlukan cheklist afeksi. Ranah afeksi sebagai suatu
produk proses berlajar ini memang tidak segera dapat dilihat secara faktual.
Alasannya karena proses itu sendiri membutuhkan waktu tertentu yang tidak
singkat. didasarkan pada aspek perilaku dan dapat dilabelkan sebagai “keyakinan
atau kepercayaan”.
3. Ranah tindakan didasarkan
pada keterampilan. Tiga tingkat instruksional praktis mencakup peniruan,
praktik, dan kebiasaan.
a) Tingkat pertama, peniruan,
secara sederhana merupakan suatu demonstrasi di bawah bimbingan instruktur.
b) Tingkat praktik merupakan
pengalaman pembentukan keterampilan yang mungkin dilakukan oleh pelajar tanpa
bimbingan langsung dari instruktur.
c) Tingkat kebiasaan dicapai
ketika khalayak belajar dapat menampilkan keterampilan dua kali waktu jika
dilakukan oleh instruktur atau serang ahli. Penampilan demonstrasi dan
pembentukan keterampilan bersifat alami. Penilaian akan berbentuk tes
keterampilan. Konten yang diperlukan untuk diketahui dalam melakukan
keterampilan adalah kognisi dan harus dipelajari.
G. Kecakapan Hidup
Istilah Kecakapan Hidup (life
skills) diartikan sebagai kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan
berani menghadapi problema hidup dan penghidupan secara wajar tanpa merasa
tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi
sehingga akhirnya mampu mengatasinya .
Brolin (1989) menjelaskan
bahwa, life skills dapat dinyatakan sebagai kecakapan untuk hidup. Istilah
hidup, tidak semata-mata memiliki kemampuan tertentu saja (vocational job),
namun ia harus memiliki kemampuan dasar pendukungnya secara fungsional seperti
: membaca, menulis, menghitung, merumuskan, dan memecahkan masalah, mengelola
sumber daya, bekerja dalam tim, terus belajar di tempat kerja, mempergunakan
teknologi .
Pendidikan Kecakapan Hidup
(life skills) lebih luas dari sekedar keterampilan bekerja, apalagi sekedar
keterampilan manual. Pendidikan kecakapan hidup merupakan konsep pendidikan
yang bertujuan untuk mempersiapkan warga belajar agar memiliki keberanian dan
kemauan menghadapi masalah hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa
tertekan kemudian secara kreatif menemukan solusi serta mampu mengatasinya.
Indikator-indikator yang
terkandung dalam life skills tersebut secara konseptual dikelompokkan :
(1) Kecakapan mengenal diri
(self awarness) atau sering juga disebut kemampuan personal (personal skills),
(2) Kecakapan berfikir rasional
(thinking skills) atau kecakapan akademik (akademik skills),
(3) Kecakapan sosial (social
skills),
(4) Kecakapan vokasional
(vocational skills) sering juga disebut dengan keterampilan kejuruan artinya
keterampilan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu dan bersifat
spesifik (spesifik skills) atau keterampilan teknis (technical skills).
Menurut Jecques Delor mengatakan
bahwa pada dasarnya program life skills ini berpegang pada empat pilar
pembelajaran yaitu sebagai berikut:
Learning to know (belajar untuk
memperoleh pengetahuan).
Learning to do (belajar untuk
dapat berbuat atau bekerja).
Learning to be (belajar untuk
menjadi orang yang berguna). Learning
ELEMEN-ELEMEN DASAR MENGAJAR
Reviewed by Zainul Faozi
on
April 14, 2018
Rating:
Post a Comment